• Posted by : NuiGrohoitoe AreDi ANdrizki Sunday, 29 July 2012


    Termasuk bagian dari kenikmatan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah lisan. Dengan lisan, kita dapat mengungkapkan pikiran dan perasan kita. Terkadang kita menganggap sepele atau bahkan melupakan perkara yang berhubungan dengan lisan, sehingga kita sering mendengar seseorang yang mengucapkan sesuatu yang tanpa disadari bisa menimbulkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lisan terkadang dapat mengantarkan pemiliknya ke tingkat tertinggi apabila lisan itu digunakan untuk kebaikan atau diarahkan kepada apa yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun lisan juga dapat menjerumuskan pemiliknya ke tingkat yang paling rendah, yaitu apabila lisan digunakan untuk perkara yang tidak diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Seorang mukmin senantiasa diperintahkan untuk menjaga lisannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (QS. Al-Mukminun: 1-3)

    Menjaga lisan termasuk salah satu kesempurnaan Islam seseorang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik (kualitas) keislaman kaum mukminin adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya. Sebaik-baik (kualitas) keimanan kaum mukminin adalah mereka yang paling baik akhlaqnya…..” (HR. Ath-Thabrani)
    Sebagai seorang mukmin, penting bagi kita untuk mengetahui apa saja yang termasuk kejahatan lisan. Diantara kejahatan-kejahatan lisan tersebut adalah melaknat.

    Apa itu melaknat? Melaknat memiliki dua makna, yaitu makna pertama adalah mencela dan makna kedua adalah mengusir serta menjauhkan dari rahmat Allah. Melaknat bukanlah perangai orang beriman, dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela dan bukan orang yang suka melaknat serta bukan orang yang suka bicara jorok dan kotor.” (HR. Al-Bukhari)

    Banyak bahaya yang ditimbulkan karena melaknat. Di antara bahaya tersebut adalah tukang laknat tidak dimasukkan dalam golongan para syuhada dan tidak termasuk orang-orang yang memberi syafa’at disisi Allah untuk memintakan ampun bagi seseorang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang suka melaknat tidak akan menjadi pemberi syafa’at dan tidak pula syuhada pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

    Melaknat juga bukan sifat para shidiqqun, disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sepatutnya bagi seorang shidiqq menjadi pelaknat.” (HR. Muslim)
    Lalu bagaimana jika seseorang melaknat orang lain yang tidak berhak untuk dilaknat? Jawabannya, laknat itu akan kembali pada orang yang melaknat. Dalam suatu hadits dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba apabila melaknat sesuatu, niscaya laknatnya akan naik ke langit, maka tertutuplah pintu-pintu langit hingga ia (laknat -ed) tak dapat masuk, maka kembalilah ia terhujam ke bumi, akan tetapi pintu-pintu bumi pun tertutup untuknya, maka ia berputar-putar ke kanan dan kiri, dan jika tak menemui jalan keluar (menuju sasarannya), maka ia akan tertuju pada orang yang dilaknat jika memang ia pantas untuk dilaknat, akan tetapi jika tidak pantas, maka ia akan kembali kepada orang yang mengucapkan laknat tadi.” (HR. Abu Daud)

    Kadang kita mendengar orang berkata, “dasar batu sial!” atau “sial kamu!”, kata-kata ini terdengar sangat sepele, namun ketahuilah Saudariku, bahwa kita dilarang untuk mengucapkan atau melaknat sesuatu tanpa adanya keterangan dari agama bahwa sesuatu tersebut mendatangkan kesialan. Selain itu, kita juga dilarang melaknat angin, binatang, ayam jago, waktu, serta manusia tertentu, terutama seorang mukmin karena hal tersebut termasuk dosa besar. Tsabit bin Adh-Dhahhak rahimahullahu Ta’ala berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaknat seorang mukmin maka seakan-akan dia membunuhnya.” (HR. Al-Bukhari)

    Lalu apakah ada laknat yang diperbolehkan? Jawabannya ada, yaitu melaknat pelaku kemaksiatan dari kalangan kaum muslimin tanpa menunjuk personnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan yang minta disambungkan rambutnya. Selain itu boleh juga melaknat dengan menunjuk orang terrtentu yang sudah mati untuk menjelaskan keadaannya pada manusia dan untuk kemashlahatan syari’ah. Adapun jika tidak ada maslahat syari’ah maka tidak diperbolehkan karena, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencaci maki orang-orang yang telah mati, karena sesungguhnya mereka telah mendapatkan balasan dari apa yang telah mereka perbuat dahulu.” (HR. Al-Bukhari)

    Seorang mukmin hendaknya tidak berkata kecuali yang baik. Perkataannya adalah suatu kejujuran, di samping sebagai perbaikan di antara manusia, amar ma’ruf nahi munkar, doa, dan ketundukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah kita termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini? “Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada diantara kedua dagunya (lisan) dan apa yang ada diantara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga.” (HR. Al-Bukhari)

    Karena itu, marilah kita memohon kepada Allah Ta’ala agar melindungi kita dari kesalahan-kesalahan lisan kita serta janganlah kita merasa aman terhadap tipu daya lisan, agar kita tidak binasa dalam neraka jahim dan kerugian.
    Sesungguhnya Al-Qur’an dan Hadits-Hadits Nabi shollallo hu ‘alaihi wa sallam yang shohih banyak sekali memuat berita ten-tang sains dan teknologi yang pembenarannya baru dicapai oleh manusia setelah berpuluh abad lamanya. Berita-berita tentang sains dan teknologi yang ada di dalam Al-Qur’an dan Hadits disebutkan secara implisit, yaitu tersirat dalam berbagai penjelasan tentang ‘a-qidah dan keimanan. Yang demikian sebagai penjelasan bahwa Al-Qur’an dan Hadits berikut isi dan ajarannya akan selalu selaras de-ngan perkembangan zaman. Juga karena Al-Qur’an dan Al-Hadits akan selalu selaras dengan akal dan IPTEK, tidak akan ada perten-tangan antara keduanya selamanya.
    Namun demikian berbagai penemuan teknologi dan perkem bangan sains dewasa ini lebih banyak dilakukan oleh dunia Barat yang notabene bangsa-bangsa yang kafir. Kenapa bisa demikian ? Tentu ada hikmahnya kenapa Alloh ta’ala menentukan realita yang demikian. Yaitu seandainya penemuan-penemuan sains dan teknologi selalu ditemukan oleh kaum muslimin, maka tidak ada is timewanya bagi pembenaran Al-Qur’an dan Hadits. Sebab bisa ada anggapan bahwa karena penelitinya muslim …. ya tentu saja hasil penemuannya membenarkan isi Al-Qur’an dan Hadits. Tetapi keti-ka penemunya adalah orang-orang non-muslim, kemudian hasil pe nemuannya ternyata membenarkan isi Al-Qur’an dan Hadits, tentu kejadian ini semakin menguatkan akan kebenaran Al-Qur’an dan Hadits.
    Orang yang dianggap oleh bangsa Barat sebagai terjenius di dunia yaitu Albert Einstein karena menemukan rumus relativitas E = m.c2 yaitu energi adalah hasil perkalian dari masa dengan kece patan cahaya yang dikuadratkan. Dari teori ini lahirlah bom atom dan teknologi tenaga nuklir. Tentu kita tidak menyangka kalau teo-ri relativitas Einstein ini sebenarnya telah tersirat puluhan Abad se-belum lahirnya Einstein dalam Qs. An-Nur : 35 :
    اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَ لا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَ لَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ
    “Alloh adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu seakan-akan bintang ( yang bercahaya ) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh berkah, ( yaitu ) pohon zai-tun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya ( saja ) hampir-hampir menerangi walau- pun tidak disentuh api, cahaya di atas cahaya.”
    Perhatikan kata cahaya di atas cahaya, bukankah mirip dengan ru-mus relativitas Einstein yaitu E=m.c2 ?! Bukankah bom atom tidak diletupkan oleh api ?
    Dalam kisah Isro’ dan Mi’roj juga terdapat isyarat kepada teknologi transportasi. Di mana ketika kisah ini diceritakan kepada manusia ketika itu, mayoritas manusia mentertawakan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan menuduhnya sebagai orang gila. Karena perjalanan dari Mekah ke Yerussalem ketika itu bila ditem-puh dengan kendaraan unta yang tercepat sekalipun tetap membu-tuhkan waktu 2 bulan untuk perjalanan bolak-balik. Namun Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam mengaku melakukannya hanya dalam tempo kurang dari semalam. Padahal hal ini tidak mustahil bila ki-ta memperhatikan kecepatan kendaraan yang dinaiki Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yaitu Buroq :
    ثُمَّ أُتِيتُ بِدَابَّةٍ أَبْيَضَ يُقَالُ لَهُ الْبُرَاقُ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَقَعُ خَطْوُهُ عِنْدَ أَقْصَى طَرْفِهِ فَحُمِلْتُ عَلَيْهِ ثُمَّ انْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا
    “Kemudian aku didatangi binatang yang disebut Buroq, yang lebih tinggi dari keledai namun lebih pendek dari Baghol, yang setiap langkah kakinya adalah sejauh batas pandangan mata. Aku diba wa di atasnya, kemudian kami pergi hingga kami mendatangi la- ngit dunia.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori, Muslim dan lain-lain )
    Hadits ini mengisyaratkan akan adanya teknologi transportasi de-ngan kecepatan super, baik kendaraan darat maupun udara, seperti pesawat supersonic, pesawat challenger dan lain-lainnya.
    Tentang atmosfer yang melingkupi bumi kita ini, di mana semakin tinggi semakin menipis, maka Al-Qur’an telah berbicara tentangnya sebelum dunia Barat menemukannya :
    وَ مَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
    “Barangsiapa yang Alloh kehendaki untuk Dia sesatkan, Dia jadi-kan dadanya sesak ( untuk menerima Islam ) seakan-akan dia se-dang mendaki ke langit.” ( Qs. Al-An’am : 125 )
    Berpuluh abad sebelum para ahli biologi menemukan raha-sia proses penciptaan manusia dalam rahim ibu, Al-Qur’an sudah berbicara :
    يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِن بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلاثٍ
    “Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.” ( Qs. Az-Zumar : 6 )
    Setelah berpuluh abada kemudian barulah Dunia Barat menemu-kan bahwa jabang bayi di dalam rahim ibu mengalami tiga fase da-lam kegelapan rahim, yaitu fase pra-embrio, fase embrio dan fase janin.
    Sebelum berkembangnya ilmu kepurbakalaan yang ditandai dengan ditemukannya fosil-fosil hewan raksasa yang dikenal seba- gai dinosaurus, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari telah mengabarkan :
    خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ طُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا … فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ بَعْدُ حَتَّى الآنَ
    “Alloh telah menciptakan Adam berdasarkan bentuk-Nya, tinggi-nya 60 hasta … maka makhluk akan selalu berkurang ( menyusut ukurannya ) sampai hari ini.” ( HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim )
    Hadits ini memberitakan bahwa manusia pada zaman Nabi Adam ‘alaihis salam tingginya hingga 60 hasta. Sehingga wajar bila ka-dal-kadalnya yang dikenal sebagai dinosaurus bisa mencapai pan- jang belasan meter. Namun semua makhluk terus menyusut dalam ukurannya hingga berakhir penyusutan ukuran itu pada zaman ini, yaitu zaman Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Hadits ini juga membantah teori evolusi Darwin yang sama sekali tidak ilmiah.
    Puluhan abad sebelum adanya teknologi televisi, Al-Qur’an sudah mengenalkan tentang adanya televise, sebagaimana disebut-kan dalam kisah Ratu Balqis bersama Nabi Sulaiman :
    فَلَمَّا رَأَتْهُ حَسِبَتْهُ لُجَّةً وَكَشَفَتْ عَن سَاقَيْهَا قَالَ إِنَّهُ صَرْحٌ مُّمَرَّدٌ مِّن قَوَارِيرَ
    “Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulai- man: “Sesungguhnya ia adalah istana yang mengkilap yang terbuat dari kaca.” ( Qs. An-Naml : 44 )
    Yaitu Ratu Balqis mengiranya sebagai kolam air yang besar karena memang tampak seperti demikian. Benda yang seperti itu pada za-man sekarang dikenal sebagai TV yang monitarnya adalah kaca.

    0 Comments
    Tweets
    Komentar

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - 2014 All Right Reserved

    Desa Kolekan Powered by Blogger - Designed by ArDIANdRizki