- Home>
- pergaulan
Posted by : NuiGrohoitoe AreDi ANdrizki
Sunday, 29 July 2012
Fenomena
Mencengangkan!
Fenomena seks bebas di
kalangan remaja saat ini sangat mengkhawatirkan. Gambaran maraknya budaya
permisifisme dan hedonisme ini dapat kita lihat dari hasil penelitian Synovate
di empat kota; Jakarta,
Bandung, Medan
dan Surabaya
(lihat Republika, edisi 11 Maret 2006).
Dari 450 responden
putra-putri usia 15-24 tahun kita menemukan kenyataan yang sangat
mencengangkan. Robby Susatyo—Manager Director Synovate—mengemukakan
data berikut ini:
Sekitar 16 % remaja di empat kota itu mengaku sudah
berhubungan intim saat berusia antara 13-15 tahun.
44 % responden lainnya
mengaku mulai ‘mencicipi’ seks sejak usia 16-18 tahun. Sampai disini kita dapat
menghitung bahwa 50 % responden mengaku telah berhubungan seks saat mereka
belum lagi lepas akil baligh.
Sekitar 35 % responden
mengaku mengenal seks pertama kali dari film porno. Sisanya mengaku mengetahui
seks dari pengalaman sesama teman.
40 % responden mengaku
pertama kali melakukan hubungan seks di rumah mereka; 26 % mengaku senang
melakukannya di tempat kos; 26 % lainnya senang melakukannya di kamar hotel.
Sangat memprihatinkan. Inilah
yang terjadi pada sebagian remaja. Kita tidak tahu persis fakta sesungguhnya;
mungkin jumlahnya lebih sedikit, mungkin juga lebih besar.
Pertanyaannya adalah, apa yang
mesti kita lakukan? Menurut saya, tidak ada pilihan lain, kecuali dengan
berusaha menegakkan dan menjungjung tinggi akhlak Islam. Dan untuk itu setiap
kita hendaknya merasa bertanggung jawab untuk mewujudkannya.
Rambu-rambu Islam
tentang pergaulan
Islam adalah agama yang syamil
(menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Agama mulia ini diturunkan dari
Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui tentang seluk beluk ciptaan-Nya.
Dia turunkan ketetapan syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur.
Diantara aturan yang
ditetapkan Allah SWT bagi manusia adalah aturan mengenai tata cara pergaulan
antara pria dan wanita. Berikut rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap
muslim agar mereka terhindar dari perbuatan zina yang tercela:
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari
melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya dihindarkan
berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut ini, “Katakanlah
kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan
menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih baik bagi mereka…katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan pandangannya dan
menjaga kemaluannya…” (QS. 24: 30-31).
Awal dorongan syahwat adalah
dengan melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini agar terhindar dari tipu daya
syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau
iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan
lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang
kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya
setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami agar
terhindar dari fitnah. Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman, “…dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” (QS.
24: 31).
Dalam ayat lain Allah SWT
berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak
perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. 33: 59)
Dalam hal menjaga aurat, Nabi
pun menegaskan sebuah tata krama yang harus diperhatikan, beliau bersabda: “Tidak
dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain, begitu juga
perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidak boleh
laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu kain, begitu juga seorang
perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan dalam satu kain.” (HR.
Muslim)
Ketiga, tidak
berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32)
misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Nabi
bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah
berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahramnya) karena sesungguhnya
yang ketiganya adalah syaithan (HR. Ahmad).
Keempat, menjauhi
pembicaraan atau cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan selera’. Arahan
mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah, “Hai para istri Nabi,
kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa. Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang yang ada
penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31)
Berkaitan dengan suara
perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara dengan
laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara
dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah
bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana
dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan
wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Dalam keterangan lain
disebutkan, “Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dilakukan Nabi tentu
saja untuk memberikan teladan kepada umatnya agar melakukan tindakan preventif
sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan syaithan. Wallahu a’lam.
Selain dua hadits di atas ada
pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini, bekiau bersabda: “Seseorang
dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi daripada
menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya
tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan wanita
dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah saw pernah
keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki dan wanita di
jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian
bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud).
Selain itu Ibnu Umar berkata,
“Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita.” (HR. Abu
Daud).
Dari uraian di atas jelaslah
bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus menjaga batasan dalam pergaulan.
Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang tidak diharapkan.
Tapi nampaknya rambu-rambu
pergaulan ini belum sepenuhnya difahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi
tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik. Tentu saja ini harus kita
awali dari diri kita masing-masing.
Semoga Allah senantiasa
membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan perbuatan yang
tidak terpuji. Amin.
0 Comments
Tweets
Subscribe to:
Post Comments (Atom)