• Posted by : NuiGrohoitoe AreDi ANdrizki Sunday, 29 July 2012


    LANGIT daN bumi, dunia dan akhirat adalah kepunyaan dan ciptaan Allah. Allah ciptakan sendiri menurut kudrat dan iradat-Nya. Kemudian diuruskan sendiri oleh Allah perjalanan segala makhluk-Nya itu. Dibuat juga peraturan-peraturan tertentu, supaya dunia dan akhirat, langit dan bumi itu berjalan dalam satu sistem yang pasti. Peraturan dan ketetapan itulah yang dimaksudkan dengan Sunnatullah. Kemudian tidak ada siapapun yang bisa mengubah ketetapan itu. Allah menerangkan ini dengan firman-Nya:

    Terjemahnya: Sekali-kali kamu tidak akan dapat temui segala yang diaturkan oleh Allah Itu berubah-ubah. (Al Ahzab: 62)
    Misalnya, Allah tentukan satu usaha atau kerja yang baik akan menghasilkan atau mengakibatkan hasil yang baik. Dan Allah tentukan juga satu amalan yang buruk akan mengakibatkan hasil yang tidak baik. Ketetapan begini tidak pernah berubah dari dahulu hingga sekarang. Tidak pernah terjadi, satu usaha yang baik menghasilkan kejahatan dan sebaliknya satu usaha yang jahat membawa hasil yang baik. Hal seperti ini tidak pernah terjadi. Apa yang terjadi ialah kebaikan menghasilkan kebaikan. Kejahatan membawa kejahatan. Itulah Sunnatullah, peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh Allah.
    Umat islam mesti faham bahwa bukan usaha-usaha baik yang memberi bekas dan tidak juga usaha-usaha jahat yang memberi bekas. Bukan kerja baik itu yang mengakibatkan terjadinya kebaikan. Dan bukan juga kerja yang jahat itu yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Akibat-akibat ini adalah dari ketentuan-ketentuan Allah. Sebabnya juga ditentukan oleh Allah. Artinya, Allah boleh jadikan sesuatu usaha baik itu tidak menghasilkan apapun kebaikan. Dan Allah boleh jadikan juga bahwa kerja-kerja kejahatan itu tidak menghasilkan kejahatan. Allah bisa melakukan itu semua dengan mudah. Firman Allah:

    Terjemahnya: Sesungguhnya segala urusan-Nya, apabila la menghendakinya cukup dengan berkata "Kun" (jadi) maka terjadilah ia.
    (Yasin: 82)
    Cuma Allah menghendaki dan mentakdirkan usaha-usaha yang baik memberi hasil yang baik dan usaha jahat menghasilkan kejahatan. Jadi, peliharalah keimanan kita atau jadikanlah ia sebagai akidah kita dengan menganggap segala sesuatu adalah keputusan yang dibuat oleh Allah. jangan terpengaruh dengan faham ahli-ahli falsafah yang meyakinkan, "Sebab-sebablah yang membawa akibat." Yakni usaha-usaha atau sebab-sebab itu ada kuasa uatuk menentukam akibat. Dengan kata lain, sebab sebab itu boleh memberi bekas. Yang sebenarnya, usaha-usaha itu cuma sebab-sebab yang Allah tentukan untuk Dia memberikan bekas pada usaha-usaha yang dibuat.
    Contohnya, Allah telah menentukan bahwa makan boleh menghilangkan lapar. Tapi bukan makan itu yang menghilangkan lapar. Allahlah yang menjadikan makan itu bisa menghilangkan rasa lapar. Artinya, kalau Allah tidak menghilangkan lapar kita, walau makan sebanyak mana pun, kita akan tetap lapar. Sebaliknya, Allah bisa melakukan orang yang tidak makan itu, tidak lapar-lapar. Jadi kalau kita makan, kemudian hilang lapar kita, maka Allahlah yang telah menjadikan dengan makan itu, lapar kita hilang.
    Tapi bagi ahli falsafah, makanlah yang bisa menghilangkan lapar. Makan ada kekuatan untuk mengenyangkan Tidak makan tidak bisa menghilangkan lapar. Dan pada ahli falsafah, mustahil terjadi tanpa makan seseorang bisa kenyang dengan sendirinya. Hal ini sangat bertentangan dengan aqidah islam. Walaupun lahirnya seakan-akan sama, tapi hakikatnya sangat jauh berbeda. Yang satu meyakinkan bahwa kuasa mutlak itu hanya ada pada Allah pengatur seluruh alam. Manakala yang lain, mengiktiqadkan bahwa alam ini berjalan dengan kuasa sendiri, tanpa bersandar pada qadak dan kudrat Allah.
    Untuk menjelaskan dan memastikan kedudukan yang sebenarnya Allah SWT telah berfirman:
    Terjemahnya: Hanya kepada Allahlah sujud (patuh) segala apa yang ada di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri (tau'an) ataupun terpaksa (karhan) (dan sujud juga) bayang-bayangnya pada waktu pagi dan petang hari. (Ar Ra'd: 15)
    Allah menegaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi, baik secara sadar atau tidak semuanya menurut apa yang ditentukan oleh Allah. Bukan terjadi dengan sendirinya atau oleh satu kepandaian lain. Allah menjelaskan bahwa terjadinya segala sesuatu adalah mengikut salah satu daripada dua cara:
    1. Secara terpaksa (karhan); atau
    2. Secara sukarela (tau'an).
    Apa yang dimaksud dengan terjadi secara terpaksa ialah menurut peraturan Allah dalam keadaan tidak sadar atau di luar sadar. Ketaatan yang bukan dirancang atau tidak disengaja oleh manusia, yakni mau atau tidak mau, terpaksa ikut. Karena kalau tidak, binasa badan. Contohnya, Allah tetapkan kita bernafas dengan udara, menghilangkan haus dengan air dan makan dengan mulut.
    Itulah hukum Allah. Yakni Allah perintahkan kita bernafas mesti menggunakan udara. Kalau kita haus, wajib kita minum. Kalau mau makan; caranya gunakan mulut. Maka kita patuh dan taat. Kita tunduk pada hukum Ailah. Kita gunakan udara untuk bernafas. Apabila kita haus, kita pun minum. Dan apabila mau makan, kita makan dengan mulut.
    Begitu taatnya kita pada hukum-hukum Allah tersebut. Tapi ketaatan itu adakah secara sadar atau secara kita rancang yang lahir dari hati yang cinta pada Allah dan taat pada-Nya? Jawabnya, tidak! Ketaatan itu ialah tanpa sadar malah terpaksa. Malah kalau kita tolak hukum ini dan mau menentangnya, akibatnya dahsyat sekali. Katakanlah kita tidak mau lagi menggunakan udara untuk bernafas kerana ingin bernafas dengan debu. Bayangkan apa yang akan terjadi. Atau tidak mau lagi menghilangkan haus dengan air, karena kononnya tanah lebih baik. Kita pun makan tanah apabila haus. Apa yang akan terjadi?
    Seterusnya, katakanlah kita tidak mau lagi makan dengan mulut. Karena hendak menggunakan hidung atau mata untuk makan. Bayangkanlah orang yang menyuapkan makanan ke hidung atau ke mata. Apakah yang akan terjadi? Tentu binasa kita, azab dan tersiksa sekali. Tidak ada seorang pun yang sanggup menanggungnya. Sebab itulah tiada seorang pun, baik orang islam atau orang kafir, yang sanggup melanggar ketentuan Allah (Sunnatullah) itu. Semuanya tunduk, mau atau tidak mau. Rela atau terpaksa. Dengan senang hati, tanpa sebarang protes. Inilah sebagian daripada maksud Allah dalam firman-Nya:
    Terjemahannya: Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al Isra' : 44)
    Allah SWT yang Maha Bijaksana lagi Seksama, telah menetapkan, khusus untuk manusia, hukum-hukum atau peratunan-peraturan yang wajib dituruti secara sukarela (tau'an). Peraturan-peraturan itu semuanya untuk manusia hidup dengan selamat di dunia dan di akhirat. Kalau peraturan itu tidak diikuti, niscaya binasa dan terazablah manusia baik di dunia apalagi di akhirat. Cuma hukuman itu tidaklah secepat kilat seperti hukuman melanggar peraturan-peraturan yang terpaksa diikuti (karhan) tadi.
    Melanggar syariat Allah bentuk yang kedua ini, akibat buruknya terjadi di akhirat, pada hari hisab. Kalau terjadi juga di dunia tapi lambat, terpaksa melalui proses kerusakan yang lama. Hingga selalunya manusia tidak sadar bahwa akibat melanggar hukum Allahlah terjadinya bencana itu, itulah pada hakikatnya. Misalnya, orang yang makan harta anak yatim, biasa jadi miskin papa, tersisih dan terhina di ujung umurnya. Demikian juga kalau durhaka pada ibu bapa, hukuman terjadi sesudah penderhaka itu sendiri mendapat anak, yang anak itu sangat mendurhakainya. Hal ini kadang.kadang tidak disadari sebagai hukuman ke atas dosanya yang pernah mendurhakai ibu bapanya.
    Begitulah juga terhadap riba, zina, suap, sombong, bakhil dan lain-lain perkara haram yang dibuat oleh orang Islam atau kafir. Hukumannya tidak Allah datangkan segera. Sengaja Allah tangguhkan. Supaya dapat dilihat siapa yang beriman dan siapa yang kafir, siapa yang bisa berfikir dan siapa yang tidak bisa berfikir, siapa yang bisa mengambil iktibar dan siapa yang tidak bisa ambil iktibar, siapa yang taat dan siapa yang durhaka. Orang beriman, kerana yakinnya pada Allah, tidak melanggar segala hukum Allah. Tapi orang yang tidak beriman, tetap menurutkan hawa nafsunya. Mereka menyangka, mereka akan selamat dan bahagia dengan cara itu. Sebab itu mereka berani melanggamya. Mereka tidak yakin bahawa azab Allah bisa datang setiap saat.
    Firman Allah :
    Terjemahannya: Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Alllah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang sesat maka sesungguhnya dia terrsesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa, tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus rasul.
    (AI Isra': 15)

    Terjemahnya: Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri maka Kami perintahkan kepada orang-orang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Alkah) tetapi mereka melakukan pendurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah selayaknya terjadi terhadapnya perkataan (ketentuan Kami). Kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur- hancurnya. (Al Isra': 16)
    Terjemahnya: Dan berapa banyak kaum sesudah Nuh telah kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.
    (Al-Isra' : 17)
    Lihat keadaan dunia hari ini. Rusak binasanya perpaduan, kemakmuran, keadilan berada ditahap paling kronis. Peperangan, kerusuhan, unjuk rasa, krisis, sengketa dan segala bentuk pertengkaran menjadi-jadi tanpa menemui jalan penyelesaian yang hakiki. Dunia benar-benar kacau dibuatnya. Tepat seperti apa yang difirmankan Allah SWT:

    Terjemahnya: Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan azab kepada mereka sebagian daripada (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada (ke jalan yang benar) (Ar-Rum : 41)
    Sumber terjadinya kebinasaan adalah karena manusia melanggar atau tidak mengikuti peraturan hidup yang telah diciptakan oleh Allah. Yakni peraturan yang wajib dipatuhi secara sukarela (tau'an). Karena sombong dan kufur, orang-orang zaman sains dan teknologi ini membelakangkan hukum Allah, dan sebagai gantinya mereka ciptakan sendiri undang-undang hidup dan peraturan yang dibuat oleh hasil fikiran dan nafsu mereka. Mereka menghalalkan riba, arak, pelacuran, pergaulan bebas, judi, penampakan aurat, pemubaziran, suap, musik haram, politik kotor, pendidikan sekuler dan sebagainya.
    Mereka bangga dengan akhlak-akhlak yang jahat seperti sombong, takabur, bakhil, tamak, cinta dunia, hasad dengki, dendam, mengumpat, mengadu domba, menjatuhkan dan menghina orang, menabur fitnah dan lain-lain. Padahal semua itu adalah sifat-sifat yang dibenci oleh Allah SWT. Maka akibat tidak mematuhi perintah Allah, terjadilah kebinasaan sosial yang dahsyat dan berkembang biak, yang seandainya tidak segera diinsyafi dan dibetulkan kekeliruan itu, niscaya Allah akan hancur leburkan manusia untuk diganti dengan umat yanglain. Ingatlah firman Allah :

    Artinya: Maka tidaklah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas- bekas)tempat tinggal umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Thaha : 128)
    Jalan keluar untuk masalah ini ialah relakan diri untuk menerima dan melaksanakan hukum Allah yang bersifat tau'an dalam setiap aspek kehidupan seperti taatnya kita manusia dengan hukum karhan. Berjuanglah untuk menegakkan hukum Allah dalam diri, rumah tangga, masyarakat, jemaah dan alam sejagat. Hanya itu jalan penyelesaian dan satu-satunya sistem yang bisa melahirkan dunia yang aman makmur dan mendapat keampunan Allah.
    Rujukan jalan ini ialah kepada Sunnah Rasulullah SAW, dan masyarakat contoh yangpernah menmpah kegemilangan hidup seperti ini hanyalah masyarakat salafussoleh. Kita hanya perlumengkaji dan mencontohinya saja. Undang-undang dan peraturan-peraturan baru, tidak perlu lagi. Semuanya sudah disediakan oleh Allah dan oleh Rasul. Kita hanya perlu memahami, serta menyusun dan memperincikannya untuk kita laksanakan tahap demi tahap, peringkat demi peringkat, mana yang lebih dulu didahulukan, dan mana yang dikemudiankan. Bukankah kerja kita untuk menggubal kembali undang-undang yang telah Allah tetapkan. Disamping itu kita perlu memahmlan kepada orang banyak bahwa undang-undang dan hukum-hukum Allah itu adalah dari Allah dan setiap orang wajib menerima dan mematuhinya demi untuk menyelamatkan diri dari kemurkaan dan azab Allah di dunia dan akhirat.

    0 Comments
    Tweets
    Komentar

    0 komentar

  • Copyright © 2013 - 2014 All Right Reserved

    Desa Kolekan Powered by Blogger - Designed by ArDIANdRizki