- Home>
- ibu
Posted by : NuiGrohoitoe AreDi ANdrizki
Sunday, 29 July 2012
Tafsir Surat Al-Baqoroh ayat 178 - 179
![]() |
|
(178)
Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu hukum qishash pada
orangorang yang terbunuh; orang merdeka dengan orang merdeka , dan hamba
sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan. Akan tetapi
barangsiapa yang diampunkan untuknya dari saudaranya sebahagian, maka
hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan turiaikan kepadanya dengan cara
yang baik. Demikianlah keringanan daripada Tuhanmu dan rahmat. Tetapi
barangsiapa yang (masih) melanggar sesudah demikian, maka untuknya adalah
azab yang pedih.
|
![]() ![]() |
Qishash
Dengan ajaran Agama Islam, Nabi Muhammad s.a.w. telah
mempersatukan bangsa Arab yang telah beratus tahun tidak mengenal persatuan,
karena tidak ada suatu cita untuk mempersatukan. Agama pusaka Nabi Muhammad
sudah tinggal hanya sebutan. Yang penting bagi mereka ialah kabilah sendiri.
Di antara kabilah dengan kabilah berperang. Bermusuh dan berebut tanah pengembalaan
ternak atau berebut unta ternak itu sendiri. Niscaya terjadi pembunuhan,
maka timbullah cakak berbelah(berbelah-belahan kampung timbul perkelahian )
di antara suku dengan suku atau kabilah dengan kabilah. Merasailah" suku
yang lemah dan kecil, berleluasalah kabilah yang besar dan kuat.
Menurut keterangan al-Baidhawi, ahli tafsir yang
terkenal: "Di zaman Jahiliyah pernah terjadi pertumpahan darah di antara
dua buah persukuan Arab. Yang satu kabilahnya kuat dan yang satu lagi lemah.
Maka terbunuhlah salah seorang dari anggota kabilah kuat itu oleh kabilah
yang lemah tadi. Lantaran merasa diri kuat, kabilah yang kuat itu
mengeluarkan sumpah; akan mereka balas bunuh, biarpun yang terbunuh di
kalangan mereka seorang budak, mereka akan meminta orang yang merdeka.
Walaupun yang terbunuh di kalangan mereka seorang perempuan, mereka akan
minta ganti nyawa dengan seorang laki-laki."
Riwayat ini juga dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim dan Said
bin Jubair. Lantaran itu maka hukum qishash,zaman jahiliyah bu_kan
hukum, tetapi balas dendam, yang mereka sebut Tsar.
Agama Islampun datang, yaitu di saat perdendaman masih
belum habis. Islam tidak dapat membenarkan balas dendam. Islam hanya mengakui
adanya hukum qishash, bukan balas dendam. Maka kalau terjadi lagi pembunuhan
manusia atas manusia, tanggung jawab penuntutan hukum bukan saja lagi
terletak pada keluarga yang terbunuh, tetapi terletak ke atas pundak orang
yang beriman. Balas dendam harus dicegah, yang berhutang nyawa harus
dibayar dengan nyawa, tetapi pintu maaf selalu terbuka; maka datanglah ayat
ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَ
الْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَ الْأُنثَى بِالْأُنثَى
"Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu hukum qishosh pada orang-orang yang terbunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, dan hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan
dengan perempuan."
Di pangkal ayat ini
kita telah mendapat dua kesan. Pertama urusan penuntutan bela kematian telah
diserahkart kepada orang-orang yang beriman. Arfinya kepada masyarakat,
masyarakat islam. Masyarakat Islam mempunyai SYURA (lihat Surat 42 as-Syura, ayat 38). Di zaman ayat
turun yang memimpin masyarakat Islam itu ialah Rasulullah s.a.w. sendiri. Ayat ini telah
menunjukkan bahwa masyarakat orang yang beriman wajib mendirikan pemerintahan
untuk menegakkan keadilan, di antaranya untuk menuntutkan bela atas orang
yang mati teraniaya. .
Kesan yang kedua
ialah bahwa bela nyawa itu mulailah diatur seadil-adilnya. Di antaranya
ditunjukkan contoh-contohnya; kalau orang Iaki-laki merdeka membunuh laki-laki
merdeka, wajiblah dilakukan hukum qishash kepadanya, yaitu dia dibunuh pula.
Kalau seorang hamba sahaya membunuh seorang hamba sahaya, diapun akan dihukum
bunuh. Kalau seorang perempuan membunuh seorang perempuan, si pembunuh itu
akan dihukum bunuh pula.
Dengan tiga patah
kata ini mulailah ditanamkan peraturan yang adil, pengganti peraturan
jahiliyah yang berdasar balas dendam. Di zaman jahiliyah, sebagai dikatakan
tadi , walaupun yang terbunuh itu seorang budak, dan yang membunuh itu budak
pula, wajiblah tuan dari budak yang terbunuh itu yang mambayar dengan
nyawanya. Walaupun yang terbunuh perempuan, pembunuhnya perempuan pula,
wajiblah yang membayar dengan nyawanya laki-laki keluarga petempuan itu.
Kalau belum maka keluarga siterbunuh belumlah merasa
puas. Dalam peraturan ini, adalah bahwa siapa yang membunuh, itulah yang
menjalankan hukum qishash dengan dirinya sendiri. Baik yang terbunuh orang
merdeka atau budak, dan yang membunuh orang merdeka pula atau budak, namun
yang berhutang itulah yang membayar. Dalam hal jiwa ganti jiwa itu,
dilanjutkan hukum Taurat, sebagaimana tersebut di dalam Surat
al-Maidah (Surat 5, ayat 45) "Annafsa bin
nafsi,"Nyawa bayar Nyawa" Ayat ini kemudian turunnya daripada Surat al-Baqarah ayat
178 ini.
Dengan ayat ini nyatalah bahwa hak menuntut kepada si
pembunuh supaya dia dibunuh pula masih tetap ada pada keluarga yang terbunuh.
Tetapi perjalanan hukum telah mulai di bawah tilikan orang-orangyang beriman
di sini ialah hakim. Sebab dia yang diserahi dan diakui oleh orang-orang yang
beriman untuk menjaga perjalanan hukum.
Akan tetapi ayat ini telah menimbulkan suasana yang
berbeda samasekali dengan zaman jahiliyah. Panggilan untuk mencari
penyelesaian jatuh ke atas pundak tiap-tiap orang-orang yang beriman. Termasuk
keluarga si pembunuh dan keluarga si terbunuh. Dan orang-orang yang beriman
itu adalah bersaudara:
![]()
"Hanyasanya
orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara."
Maka kalau masih ada
jalan lain, selain dari bunuh, yaitu jalan maaf, dalam suasana orang beriman,
saudara dengan saudara, adalah sangat diharapkan. Sebab itu lanjutan ayat
berbunyi:
فَمَنْ
عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَ أَدَاءٌ
إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ
"Akan tetapi barangsiapa yang diampunkan untuknya
dari saudaranya sebagian, maka hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan
tunaikan kepadanya dengan cara yang baik."
Artinya jika ada
pernyataan maaf dari keluarga yang terbunuh itu, walaupun sebahagian, tidak
semuanya menyatakan pemberian maaf, hendaklah pernyataan maaf itu disambut
dengan sebaik-baiknya. Sehingga dalam susunan ayat disebutkan bahwa yang memberi
maaf itu ialah saudaranya; banyak ahli loghat memberi arti yaitu si pemberi
maaf itu, sebagai keluarga dari yang terbunuh ialah memandang bahwa si
pembunuh itu saudara sendiri, dia berikan kepadanya maaf. Pada waktu itu
hakim harus menyetujui dan menguatkan pernyataan yang mulia itu. Itulah yang
dikatakan mengikuti dengan baik. Maka dengan pemberian maaf permusuhan dua
keluarga telah hilang, malahan telah dianggap bersaudara. Hakim menyambut
keputusan kedua keiuarga ini dengan baik.
Tetapi si pembunuh dengan
keluarganya sebagai orang-orang yang mu'min pula harus mengingat kelanjutan ,
supaya persaudaraan ini menjadi kekal dan dendam kesumat jadi habis. Di
sinilah keluar peraturan yang bernama diyat. Yaitu harta ganti
kerugian. Jaminan harta benda untuk keluarga yang terbunuh. Ini yang disebut
diyat yang ditunaikan kepada nya dengan baik, cara yang ma'ruf. Tentu saja
secara perdamaian kedua belah pihak de- ngan disaksikan hakim berapa diyat
harus dibayar.
Lantaran itu jelaslah
bahwa dalam hukum pidana pembunuhan, Islam mempunyai tiga taraf; pertama nyawa bayar nyawa, kedua maaf, ketiga
diyat.
Dalam qishash
perkembangan hukum dalam Islam, ada juga kejadian, diyat itupun tidak
diterimanya, karena berkembangnya rasa iman. Ada bapa dari yang terbunuh berkata kepada
keluarga yang membunuh: "Anak saya yang satu sudah terbunuh oleh
saudaranya sendiri, saya tidak mau kehilangan dua anak." Ketika akan
dibayar diyat dia berkata: "Yang hilang tidaklah dapat diganti dengan
uang. Marilah kita ganti saja dengan ukhuwah yang rapat di antara kita."
Apatah lagi pintu
buat memberi maaf tentang diyat inipun memang ada. Tersebut di dalam Surat An- Nisa' (Surat
4, ayat 92).
![]()
"Dan diyat yang (wajib) diserahkan kepada
keluarganya (keluarga si terbunuh)- Kecuali jika mereka (keluarga) itu
menshadaqahkan." (an-Nisa': 92)
Maka berkata ayat selanjutnya:
ذَلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ
رَّبِّكُمْ وَ رَحْمَةٌ
"Demikianlah keringanan dari Tuhanmu dan
rahmat."
Moga-moga dengan cara peraturan demikian persaudaraanmu
menjadi kekal, iman menjadi bertambah mendalam, dan pintu berdamai lebih
terbuka daripada penuntutan hukum. Memberi ihsan lebih tinggi daripada menuntut
hak. Di sini diminta sangat kebijaksanaan hakim.
Tetapi ayat mempunyai ujung lagi:
فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ
ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
"Tetapi barangsiapa yang (masih) melanggar sesudah
demikian, maka untuknya adalah azab yang pedih." (ujung ayat 178).
Sesudah hukum diputuskan, baik secara qishash ataupun
secara diyat kalau masih ada yang membunuh, misalnya ada keluarga si terbunuh
merasa tidak puas, lalu dibunuhnya si pembunuh tadi, padahal sudah selesai
dengan bayaran diyat, karena ada di kalangannya yang memberi maaf; atau si
pembunuh itu merasa congkak karena tidak jadi dia dihukum bunuh, maka tidak
pelak lagi, azab yang pedihlah yang akan diterimanya. Artinya pada waktu itu
hakim bertindak melakukan hukum yang tidak mengenal ampun, demi menjaga
ketenteraman bersama. Hakim dapat membunuh si pembunuh itu. Dan di akhirat
tentu saja orang yang merusak perdamaian itu mendapat hukum neraka yang pedih
pula.
Hukum yang terperinci
tentang qishash, maaf dan dyat ada di dalam kitabkitab Fiqh. Yang dapat
disimpulkan di sini ialah hukum pidana Islam tentang qishash lebih
banyak diserahkan Aepada jalan ishlah kedua belah p ihak; keluarga pembunuh
dan yang terbunuh. Dan kalau keluarga terbunuh tidak mau menerima diyat, maka
hakim tidak memaksa diyat, melainkan dibunuhlah si pembunuh itu oleh hakim.
Yakni setelah diselidiki duduk perkara sedalamdalamnya.
Menurut pengetahuan kita hukum qishash menurut al-Quran
ini masih berjalan sepenuhnya dalam kerajaan Saudi
Arabia, Yordania, Irak dait Kuwait. Kalau seorang pembunuh
telah ditangkap dan diperiksa clan telah terang saiahnya, terlebih dahulu
ditanya keluarga si terbunuh apakah dia mau memberi maat dan menerima diyat.
Kalau mau akan diadakan penaksiran yang patut. Kalau keluarga itu tidak mau
barulah dijalankan hukum bunuh:
Kita yakin bahwa hukum yang diturunkan al-Quran inilah
jalan yang baik: Kalau sekiranya di serata-rata
negeri Islam yang berlaku sekarang ialah hukum pidana secara barat, bukanlah
berarti bahwa itulah yang lebih bagus, hanyalah karena beratus, tahun lamanya
hukum baratlah yang menguasai negeri-negeri Islam sebab mereka jajah. Tetapi di negeri-negeri Islam Yang telah merdeka, di zaman sekarang mulai timbul
kembali peninjauan atas hukum dan pembinaan hukum yang sesuai dengan
keperibadian bangsa itu sendiri, di antaranya di negeri kita Indonesia.
Tidaklah mustahil bahwa perkembangan fikiran kita akan sampai juga kepada
cara Islam ini; qishash dasar pertama, maaf Yang kedua dan diyat, yaitu ganti
kerugian di bawah tilikan hakim, yang ketiga.
|
|
(179)
Dan untuk kamu di dalam hal qishash itu ada kehidupan, wahai orang-orang yang
mempunyai fikiran dalam. Supaya kamu semua menjadi orang-orang yang bertakwa.
|
![]() |
وَ
لَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
"Dan untuk kamu dalam hal
qishash itu ada kehidupan, wahai orang orang yang mempunyai fikiran
dalam." (pangkal ayat 179).
Artinya, dengan
adanya hukum qishash, nyawa bayar nyawa, sebagai hukum tingkat pertama,
terjaminlah kehidupan masyarakat. Orang yang akan membunuh berfikir terlebih
dahulu sebab diapun akan dibunuh. Lantaran itu hiduplah orang dengan aman dan
damai, dan dapatlah dibendung kekacauan dalam masyarakat karena yang kuat
berlantas angan kepada yang lemah.
Tetapi kalau si
pembunuh hanya dihukum misalnya 15 tahun, dan apabila datang hari besar, dan
mungkin pula hukumannya dipotong, orang-orang yang telah rusak akhlaknya akan
merasa mudah saja membunuh sesama manusia. Bahkan ada penjahat yang lebih
senang masuk keluar penjara, ada yang memberi gelar bahwa penjara itu
"hotel prodeo" atau pondokan gratis dan
sebagainya.
Sungguhpun demikian
selalu juga ada terdengar ahli ahli ilmu masyarakat yang meminta supaya hukum
bunuh itu ditiadakan. Tetapi apa yang dikatakan al-Quran adalah lebih tepat.
Lebih baik dipegang pangkal kata, yaitu hutang nyawa bayar nyawa. Adapun
membunuh dengan tidak sengaja ataupun dengan sebab-sebab yang lain, itu
dapatlah diserahkan kepada penyelidikan polisi, jaksa atau hakim, sehingga
menjatuhkan hukum dapat dengan seadil-adilnya. Tetapi meniadakan hukum bunuh
sama sekali adalah suatu teori yang terlalu payah, sebab ahli-ahli penyakit
jiwa manusia telah membuktikan memang ada kejahatan jiwa itu yang hanya dengan
hukuman matilah baru dapat dibereskan. Apatah lagi orang yang telah membunuh,
menjadi amat rusak jiwanya, sehingga bila bertengkar sedikit saja, mudah saja
dia mencabut belati dan hendak membunuh lagi.
Maka di akhir ayat
dinyatakanlah kunci yang sebenarnya:
لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
"Supaya kamu semua menjadi
orang-orang yang bertakwa."(ujung ayat 179).
Derigan ujung ayat
yang demikian teranglah bahwa maksud masyarakat beriman ialah menegakkan
keamanan, memelihara perdamaian dan mempertahankan hidup. Kalau ada yang
dihukum bunuh, adalah untuk menjaga keamanan hidup masyarakat seluruhnya. Dan
dalam pada itu keselamatan hidup bukanlah bergantung kepada adanya
undang-undang saja. Keamanan hidup orang dan masyarakat lebih terjamin
apabila tiap-tiap peribadi ada mempunyai kesadaran beragama, yaitu takwa.
Sehingga bukan undang-undang yang mencegah mereka jahat, melainkan takutnya
kepada hukum Tuhan. Itulah T A K W A.
|
0 Comments
Tweets
Subscribe to:
Post Comments (Atom)